“Jika dua akun mengikuti dan saling membalas satu sama lain, ada kemungkinan lebih besar bahwa mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang nada komunikasi yang disukai,” kata pihak Twitter dalam postingan blog, dikutip dari BBC, Kamis (06/05/2021).
Platform teknologi ini telah bergulat dalam beberapa tahun terakhir dengan cara mengawasi konten yang menyinggung, penyalahgunaan, dan pelecehan di platform mereka.
Statistik teranyar Twitter, untuk Januari hingga Juni tahun lalu, menunjukkan bahwa platform ini telah menghapus konten berpotensi menyinggung yang diposting oleh 1,9 juta akun, dan menangguhkan 925.700 akun karena melanggar aturan.
Perdebatan mengenai moderasi konten akhir-akhir ini menjadi semakin intens karena keputusan yang diambil oleh raksasa media sosial itu terhadap pejabat publik, khususnya mantan Presiden AS Donald Trump. Trump dilarang dari sejumlah platform, termasuk Twitter dan Facebook, setelah kerusuhan Capitol Hill pada 6 Januari 2021.
Dewan Pengawas Facebook menguatkan keputusan pada Rabu, namun mengkritik platform tersebut karena membuat penangguhan tidak terbatas dan memberinya waktu enam bulan untuk menentukan tanggapan yang proporsional. Kendati banyak pihak sepakat platform media sosial harus lebih agresif dalam mengawasi penyalahgunaan online dan informasi palsu, namun tak sedikit orang melihat larangan Trump sebagai tindakan sensor politik. (and)